Festival Baduy 2017, Ajang Promosi Wisata Budaya Banten

2 min read

Festival Baduy 2017

Festival Baduy 2017, seperti dilansir dari website resmi Dinas Pariwisata Provinsi Banten, merupakan salah satu wadah untuk mempromosikan potensi wisata budaya Lebak khususnya, Banten umumnya.

Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak, Dede Jaelani beserta jajaran, Forkopimda, Kementerian Pariwisata RI dan Dinas Pariwisata Provinsi Banten juga para pelaku pariwisata menghadiri sekaligus membuka Event Baduy Festival Tahun 2017. Pembukaan kegiatan Festival Baduy 2017 dilaksanakan di Desa Bojong Menteng, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rabu 20 Desember 2017. Kegiatannya sendiri berlangsung dari tanggal 20 hingga tanggal 22 Desember 2017.

Festival Baduy, Wadah Promosi Budaya

Sekda Lebak juga mengatakan, Festival Baduy Tahun 2017 merupakan rangkaian kegiatan peringatan hari jadi Kabupaten Lebak yang ke-189 tahun. Berbagai kegiatan telah dan sedang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka membangun Kabupaten Lebak. Untuk itu, Baduy Festival ini merupakan salah satu event atau wadah untuk mempromosikan potensi wisata budaya. Selain juga adat istiadat kearifan lokal dan juga produk hasil kerajinan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Baduy.

“Seperti kita ketahui bersama Kabupaten Lebak memiliki warisan budaya yang sudah melegenda yaitu kearifan lokal masyarakat suku Baduy. Tatanan masyarakat suku Baduy ini lah yang menjadikan keunikan tersendiri di jaman modern. Masyarakat suku Baduy tidak terpengaruh apa pun dari luar. Mereka tetap memegang teguh adat istiadat yang telah diwariskan oleh para leluhurnya hingga sampai saat ini. Salah satu prinsipnya yang terkenal adalah “gunung teu meunang di lebur, lebak teu meunang di rusak”. (Gunung tidak boleh dihancurkan, lembah tidak boleh dihancurkan -red.). Itu merupakan komitmen masyarakat baduy dalam menjaga dan mengelola sumber daya alam. Hal ini wajib menjadi rujukan dan pembelajaran semua pihak dalam menata, mengatur dan menginplementasikan tata kelola sumber daya alam. Agar mampu memberikan manfaat untuk kesejahteraan masyarakat,” Ungkap Dede Jaelani.

Salah Satu Unggulan Pariwisata

Lebih lanjut Sekda Lebak menjelaskan, bahwa sektor pariwisata sedang menjadi tumpuan besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional. Tidak terkecuali di provinsi Banten, khususnya Kabupaten Lebak ini. Kita juga sebagai salah satu kabupaten unggulan pariwisata di provinsi Banten melalui 7 wonder of Banten. Dua di antaranya adalah destinasi yang di miliki Lebak yaitu destinasi wisata pantai Sawarna dan wisata Baduy.

Selain itu juga potensi yang ada akan didorong untuk mendukung sektor pariwisata. Baik itu wisata alam, wisata budaya, wisata buatan dan wisata religi dengan jumlah obyek daya tarik wisata (odtw) yang telah ditetapkan sebanyak 23 destinasi wisata. Hal ini akan bertambah seiring dengan adanya objek daya tarik wisata baru yang telah dan akan kita buka. Salah satunya kemarin yang telah dilaksanakan yakni launching destinasi baru yaitu destinasi Pantai Seupang di Sawarna Timur Kecamatan Bayah.

“Kabupaten Lebak diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan karakteristik yang unik dengan sejuta potensi kekayaan alam dan kultur budaya agar dapat kita manfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Ini merupakan modal dasar yang telah kita miliki,” Pungkas Sekda.

Acara Baduy Festival Tahun 2017 dihadiri oleh ratusan peserta dan diramaikan dengan pemberian hadiah kepada juara lomba kincir dan melaksanakan ngaseuk kacang Kedelai oleh ratusan peserta event.

Ngaseuk di Festival Baduy
Ngaseuk di Festival Baduy 2017 (sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Banten)

Ngaseuk merupakan salah satu tahapan dari proses bercocok tanam masyarakat Baduy yang masih mempertahankan hingga saat ini. Kegiatan Ngaseuk hanya ada pada pola pertanian tradisional berladang pada lahan kering atau yang disebut ngahuma. Bentuk kegiatan ngaseuk ialah melubangi tanah dengan media tongkat kayu yang pada ujungnya telah diruncingkan. Pada umumnya kegiatan ini dilakukan secara bergotong-royong, terutama untuk menggarap lahan huma milik lembaga adat (Jaro Tangtu dan Jaro Dangka). Diperkirakan yang mengikuti kegiatan ini melibatkan sekitar 100 hingga 500 orang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *